Tragedi Kanjuruhan Dari Kacamata Ahli Psikologi

JAKARTA - Ahli Psikologi Prof. Dr. Suryanto angkat bicara perihal tragedi Kanjuruhan dari kaca mata psikologi. 

Kata Suryanto, yang terjadi dalam tragedi Kanjuruhan tersebut adalah Collective Mind, dimana suatu massa berkumpul memberikan semangat satu dengan yang lain lalu menimbulkan kerusuhan, (aggressive) maupun dalam bentuk hinggar binggar dalam aspek positif bernyanyi.

Baca juga: Polresta Mataram Lakukan Pemusnahan Barang Bukti Hasil Pengungkapan

"Dalam hal ini kesadaran individual berkurang dan lebih pada kesadaran kolektif, " kata Suryanto, Sabtu (26/11/2022).

Hal itu disampaikannya saat diskusi bertema "Pertanggungjawaban Pidana Kasus Tragedi Kanjuruhan Malang" di Kampus B UNAIR Surabaya, Jumat kemarin.

Baca juga: Selama Operasi Patuh Singgalang, Polres Pariaman Tilang Puluhan Kendaraan

Sebagai contoh, katanya, flare satu penonton di ikuti oleh yang lain, bahkan dari flare menjadi pelemparan botol dan seterusnya. "Perbuatan itu kecil terjadi jika dilakukan sendirian, namun dalam tragedi Kanjuruhan massive karena collective mind, " sebutnya.

Menurutnya, individu yang berada di dalam kelompok bersifat mudah tersugesti/provokasi, mereka berani melakukan apapun karena anomim atau kehilangan identitas. 

Baca juga: Serius Berantas Perjudian, Polres Sumbawa Barat Ungkap Kasus Judi Togel Online

Dalam perubahan individu yang masuk dalam kelompok karena colletive mind, suuggestable, serta anonim yang menimbulkan sikap bermacam macam (destructive dll). Berpendapat apakah bisa diterapkan hukum pidana baik untuk aparat Kepolisian, hingga penonton. 

"Berpendapat pemberitaan haruslah berimbang, karena tidak bisa hanya aparat kepolisian yang disalahkan, atau justru hanya penonton. Karena tidak semua penonton melakukan pelemparan dll, " jelasnya.

Baca juga: JPU Bacakan Tuntutan Kasus Pemerasan Kades di Banyumas, Mohon Disimak

Oleh karenanya, lanjutnya, menyoroti stimulan sebab akibat, sebelum terjadi tragedi maka perlu mendalami siapa penyebab awal terjadinya kerusuhan. "Sehingga memicu sikap aggressive-represive yang berujung chaos dan tragedi kematian massal, " tandasnya. (*)