OPINI - 38 ribu lebih warga Palestina tewas sejak invasi Israel ke Palestina bulan oktober tahun lalu. Mayoritas adalah warga sipil. Diantaranya adalah anak-anak dan wanita. Tidakkah aturan perang melarang untuk membunuh anak-anak dan wanita? Betul. Tapi, peraturan ini tidak berlaku bagi Israel. PBB tidak didengar. Seruan dunia internasional diabaikan.
Selain 38 ribu lebih warga Palestina meninggal, ada ratusan ribu warga Palestina yang terluka. Mereka pindah ke camp-camp pengungsian, setelah rumah dan tempat tinggal mereka hancur dibombardir oleh tentara pendudukan Israel (IDF). Di pengungsian, mereka dikejar dan masih dihujani bom oleh IDF. Tidak ada tempat yang aman bagi warga Israel di Jalur Gaza dan Rafah.
Hizbullah, milisi muslim yang tinggal di perbatasan selatan Lebanon ikut membela Palestina. Mereka menyerang perbatasan Israel. Belasan tentara Israel meninggal. 200 ribu warga Israel mengungsi. Meski Hizbullah kehilangan 500-an tentaranya. Hizbullah secara konsisten terus melakukan perlawanan. Hanya berhenti jika Israel stop serangannya ke Palestina.
Israel marah, dan akan menyerang Hizbullah habis-habisan. Rencana Israel menyerang Hizbullah habis-habisan telah disetujui dan divalidasi oleh Komando Utara. Ancaman Israel ini direspon oleh Hizbullah. Hizbullah menyatakan siap menyambut kedatangan Israel di Lebanon. Iran, negara yang menyokong alutsista Hizbullah pun siap siaga untuk menghadapi Israel jika Israel melakukan invasi ke Lebanon Selatan.
Tidak hanya Hizbullah dan Iran, Milisi Houthi di Yaman pun siap siaga. Mereka telah menyerang kapal-kapal US yang dianggap terafiliasi dengan Israel. Mesir, negara yang dipasok persenjataannya oleh Rusia ini sedang mengerahkan latihan penuh, yang oleh Israel dianggap sebagai persiapan untuk menyerang Israel. Sementara Suriah siap siaga setelah beberapa kali diserang rudal oleh Israel. Demikian juga Iraq, 30 mei lalu telah uji coba rudalnya ke daerah Golan. Sebuah wilayah atas di Israel.
Bagaimana dengan Indonesia, negara terbesar penduduk muslimnya di dunia setelah Pakistan? Masyarakat Indonesia terus melakukan protes dan kecaman terhadap genoside Israel kepada Palestina. Demo secara masif dilakukan di sejumlah kota besar. Prof. Din Syamsuddin, Bachtiar Nasir, Zaitun Rasmin, Hidayat Nurwahid, Erick Yusuf, Nonop Hanafi, Fahmi Salim dan sejumlah tokoh Islam lainnya terus melakukan konsolidasi dan menggalang massa untuk mengecam Israel. Tiada hari tanpa demo dan kecaman kepada Israel.
Sejumlah film yang menggambarkan situasi Palestina yang digempur Israel pun dibuat. Erick Yusuf, juru dakwah sekaligus Produser eksekutif film spesialis Palestina yang akrab dipanggil KEY ini telah meluncurkan dua filmnya. Film yang menggambarkan tentang fakta-fakta yang dialami warga Palestina pasca genoside. Film ketiga sedang dalam proses penggarapan. Ini adalah bagian dari bentuk perlawanan dan kecaman ala seniman untuk membuat masyarakat Indonesia melek fakta.
Majlis Ulama Indonesia (MUI) tidak pernah berhenti mendorong umat melawan Israel dengan deplomasi dan demonstrasi. Prof Asrorun Niam dan Kholil Nafis atas nama pimpinan MUI terus menyuarakan perlawanan kepada Israel melalui media. Fatwa MUI No 83 Tahun 2023 tegas mendukung kemerdekaan Palestina dan mengharamkan untuk membeli dan menggunakan produk perusahaan yang terafiliasi dengan Israel.
Perlawanan masyarakat Indonesia kepada Israel jelas dan tegas. Tidak hanya kecaman, tapi masyarakat Indonesia juga melakukan boikot terhadap produk-produk yang berafiliasi dengan Israel. Hampir semua perusahaan yang berafiliasi dengan Israel omzetnya turun 30 persen. Apakah ini akan berlangsung lama? Apakah kedepan omzet perusahaan Israel di Indonesia akan naik lagi, atau tambah terpuruk? Bergantung para tokoh perlawanan terhadap Israel melakukan edukasi strategis kepada umat. Ini akan berpengaruh terhadap nasib perusahaan-perusahaan Israel di Indonesia.
Segala bentuk afiliasi dengan Israel menjadi musuh bersama bagi masyarakat Indonesia, khususnya umat muslim. Walaupun konflik Israel-Palestina sesungguhnya bukan saja urusan agama, tapi terutama ini adalah problem kemanusiaan.
Ketika Baznas Pusat bekerjasama dengan salah satu perusahaan makanan yang diyakini berafiliasi dengan Israel, masyarakat marah dan mengecamnya. Kerjasama itupun terpaksa dihentikan. Ketika Masjid Istiqlal akan mengadakan seminar sore ini dan mengundang tokoh Yahudi dari AJC (American Jewish Comittee) sebagai salah satu pembicaranya, masyarakat pun marah. Akhirnya, seminar pun dibatalkan. Ketika lima aktifis dan tokoh NU bertemu dengan presiden Israel Isaac Herzog, maka kecaman datang dari seluruh penjuru tanah air. Masyarakat Indonesia marah semarah-marahnya. Akhirnya PBNU pun ikut marah dan meminta mereka klarifikasi, bahkan mendesak mereka mengundurkan diri.
Tidak hanya tokoh dan masyarakat Indonesia yang mengecam tindakan Israel, pemerintah Indonesia pun secara resmi mengecam tindakan Israel. Rakyat dan pemerintah sepakat untuk mengecam genoside Israel kepada warga Palestina.
Tapi di sisi lain, hubungan dagang Indonesia dengan Israel lancar, bahkan mengalami peningkatan yang cukup pesat. September hingga oktober 2023, ada kenaikan lebih dari dua kali lipat. Dari US$ 999.431 menjadi US$2.532.695. Kenaikan yang luar biasa. Padahal, Indonesia-Israel tidak punya hubungan diplomatik. Indonesia tidak punya perwakilan duta besar atau komjen di Israel, dan begitu juga sebaliknya. Tapi perdagangan jalan terus dan semakin berkembang antar dua negara ini. Tidakkah ini paradoks. Lalu, bagaimana cara menjelaskannya?
Jakarta, 19 Juli 2024
Tony Rosyid*
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa